Kebijakan nasional pembangunan daerah tertinggal dalam kerangka pencapaian misi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan diarahkan pada pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi lokal, dengan sasaran; IPM 72,2, Pertumbuhan Ekonomi 7,1 dan Kemiskinan 14,2 % pada tahun 2014. Situasi kesenjangan antara kondisi aktual saat ini dan target yang harus dicapai, membutuhkan kebijakan yang bersifat afirmatif dan inovatif.
Kesenjangan kualitas kesehatan antar daerah menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi. Berdasarkan data susenas 2010 dapat dilihat bahwa kualitas kesehatan provinsi Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Banten yang diwakili dengan angka harapan hidup (AHH) berturut-turut adalah; 62,11, 63,8, 64,9 dibandingkan dengan AHH provinsi Yogyakarta sebesar 73,22 merupakan provinsi tertinggi AHH secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu sebanyak 37 tahun untuk provinsi Nusa Tenggara Barat, 29 tahun untuk Provinsi Kalimantan Selatan, 26 tahun untuk provinsi Banten dalam Mengejar AHH provinsi Yogyakarta dengan mempertimbangkan pertumbuhan AHH selama 10 tahun sejak tahun 2000 – 2010 kecenderungan pertumbuhan AHH secara nasional sebesar 0,32 hal ini apabila asumsi pertumbuhan AHH Provinsi Yogyakarta 0 (nol) atau stagnant.
Sedangkan 3 kabupaten terendah kualitas kesehatan; kabupaten Lombok Utara (60,56), Hulu Sungai Utara (63,07) dan Lebak (63,28) dibandingkan dengan Kabupaten Sleman yang merupakan Kabupaten tertinggi AHH sebesar 75,06. Hal ini berarti dibutuhkan waktu; 45 tahun bagi Kabupaten Lombok Utara, 37 tahun bagi kabupaten Hulu Sungai Utara dan 36 tahun bagi Kabupaten Lebak untuk mengejar AHH kabupaten Sleman apabila asumsi pertumbuhan AHH Kabupaten Sleman 0 (nol) atau stagnant.
Fakta tersebut menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi kualitas kesehatan antar daerah dan membutuhkan perhatian yang sangat khusus.
Percepatan pembangunan kesehatan di daerah tertinggal ditujukan pada penjaminan dan pengutamaan bagi ketersediaan 5 determinan faktor utama kualitas kesehatan, yaitu; Dokter Puskesmas, Bidan Desa, Air Bersih, Sanitasi dan Gizi seimbang terutama pada ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Kesehatan berkomitmen dalam memprioritaskan penempatan tenaga kesehatan khususnya bidan desa di 158 kabupaten daerah tertinggal, terutama di 24 Pulau-Pulau Terluar yang berpenghuni. Pengembangan kebijakan di bidang kesehatan yang bersifat afirmatif dan inovatif dilakukan melalui upaya:
1. Memperkuat strategi percepatan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas berbasis perdesaan sesuai dengan karakteristik daerah tertinggal dan meningkatkan partisipasi masyarakat;
2. Membangun keterkaitan kebijakan (policy linkages) Pemerintah Pusat-Pemerintah Provinsi dan Daerah tertinggal, serta memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam pemenuhan ketersediaan Dokter Puskesmas bagi setiap puskesmas, Bidan Desa bagi setiap desa, Air bersih dan Sanitasi untuk setiap rumah tangga serta Gizi yang seimbang untuk Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Balita.
3. Penetapan prioritas sasaran lokasi dengan meningkatkan distribusi dan redistribusi tenaga kesehatan khususnya Dokter Puskesmas, Bidan Desa, Promosi kesehatan, Gizi, Kesehatan Lingkungan sesuai kebutuhan daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik.
4. Mengembangkan kapasitas daerah dalam perumusan isu kebijakan percepatan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dalam kerangka peningkatan kualitas perencanaan pembangunan (bottom up planning);
5. Pengembangan instrumen bagi upaya peningkatan motivasi tenaga kesehatan Dokter puskesmas dan Bidan desa, melalui pola insentif, sistem karir, ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang baik (rumah dinas, kendaraan dan biaya operasional kerja, jaminan perlindungan keamanan melalui asuransi, live jacket, sepatu laras) dan atau penambahan kewenangan khusus disertai pelatihan yang diperlukan (taskshifting).
6. Pengembangan regulasi SPM kesehatan yang berpihak pada karakteristik wilayah perdesaan masing-masing Kabupaten Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.
Dalam waktu dekat ini akan dikeluarkan Peraturan Menteri PDT tentang Pedoman Tata Kelola Perdesaan Sehat sebagai acuan Kementerian/Lembaga dan stakeholders lainnya agar sinergi, sinkron dan terintegrasi sehingga efektif dan efisien. KPDT dan Kemenkes memiliki komitmen yang sama untuk mendukung percepatan peningkataan pelayanan kesehatan dasar (promotif dan preventif) yang berkualitas dan peningkatan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik. Pelaksanaan tatakelola perdesaan sehat melalui kelompok kerja (POKJA) Perdesaan Sehat yang sekretariatnya berada di Kementrian PDT.
http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-03-13/236660
http://www.jurnas.com/news/84861/Mendesak_Pembangunan_Infrastruktur_Kesehatan_di_Daerah_Tertinggal_/1/Sosial_Budaya/Kesehatan
http://www.jpnn.com/read/2013/03/12/162289/Disparitas-Kualitas-Kesehatan-Tinggi-
http://rri.co.id/index.php/berita/45491/Menkes-Putuskan-Waktu-Penugasan-Dokter-PTT-
KPDT, BKKBN