Rabu, 13 Maret 2013

Perdesaan Sehat Pilihan Tindakan Kebijakan

Status Kesehatan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh dalam pembangunan di daerah tertinggal. Belum tersedia atau belum berfungsinya sarana pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas, serta pemahaman dan pola hidup sehat masyarakat yang rendah mengakibatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama kelompok perempuan di perdesaan menjadi rendah. Status kesehatan yang rendah ditandai dengan kondisi yang mengkhawatirkan ditingkat Angka Kematian Ibu (AKI), Angka 
Kematian Bayi (AKB), prevelansi kekurangan gizi yang pada akhirnya mengakibatkan kualitas kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup Masyarakat menjadi rendah.Menurut Hasil ” Evaluasi  Satu Tahun Pelaksanaan RPJM Nasional 2010-2014 yang dilakukan Bappenas, masalah yang menghambat 
pencapaian target Prioritas Nasional di Bidang Kesehatan adalah : 

(1) Tingginya angka kematian ibu dan anak dipengaruhi oleh sebab dan masalah rendahnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, rendahnya cakupan kunjungan neonatal, serta belum optimalnya perbaikan gizi masyarakat (cakupan pelayanan dasar), 

(2) Rendahnya kualitas lingkungan yang ditandai rendahnya akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi (Pola Hidup Sehat), 

(3) Rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas (4)Terbatasnya sumber daya kesehatan yakni rendahnya jumlah distribusi dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan. Di daerah tertinggal, kenyataan akan masalah-masalah itu ditambah dengan tekanan masalah yang lekat dengan karakteristik. Angka rata-rata Indeks Angka Harapan Hidup di 183 Kabupaten daerah tertinggal sebesar 66,5 (BPS 2010) dimana kecenderungan pertumbuhannya sejak tahun 1998-2010 rata-rata sebesar 0,32 pertahun dan sempat mengalami trend yang cenderung turun 0,23 pertahun dan memiliki kesenjangan yang cukup besar dengan angka harapan hidup 69,4. Meskipun terdapat juga beberapa kabupaten daerah tertinggal yang memiliki AHH diatas target prioritas Nasional 10, tetapi sebagaian besar daerah tertinggal mengalami kesulitan dalam mengupayakan langkah-langkah dalam mencapai target AHH nasional

Pembangunan kesehatan di daerah tertinggal

Laporan terbaru seperti yang dinyatakan oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan bahwa salah satu indikator untuk mencapai penurunan angka kematian ibu sesuai target MDG’s tahun 2015 adalah persalinan dengan bantuan tenaga terlatih hingga 90 persen.Pencapaian rata-rata nasional memang sudah mencapai 80 persen tetapi disparitas masih sangat tinggi. Baru delapan propinsi yang mencapai target. Dengan merujuk data Riskesdas 2010 dalam 25 propinsi sisanya, fakta disparitas dan khususnya, persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan yang sangat rendah seperti : Maluku Utara (26 persen), Maluku (48 persen), Sulawesi Tengah (50 persen, Papua Barat (54 persen), Kalimantan Tengah (56 persen) dan Papua (57 persen). Lebih jauh, Dirjen tersebut mengharapkan, dukungan Pemerintah Daerah diperlukan untuk memprioritaskan pengangkatan tenaga bidan sebagai PNS daerah. juga untuk mengupayakan distribusi bidan desa melalui penyediaan insentif dan akomodasi layak huni. 

Menurut Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia , bahwa sekitar 40 persen desa belum ada bidan. hasilnya , angka kematian Ibu (AKI) tidak mengalami penurunan dalam 5 tahun. Situasi masalah tersebut memprihatinkan dan jelas konsentrasi masalah ada di perdesaan di kabupaten daerah tertinggal (Kompas 16 mei 2012 hal 13 “Hanya 8 Propinsi Penuhi Target, 40 Persen Desa tak Didampingi Bidan”Penetapan daerah tertinggal didasarkan atas penilaian terhadap IPM, dimana daerah yang memiliki IPM di bawah rata-rata nasional (68) yang kini berjumlah 183 Kabupaten. Penggunaan IPM sebagai indikator dasar memperlihatkan kesenjangan kualitas kehidupan antar daerah, baik antara daerah tertinggal dengan daerah maju, maupun didaerah tertinggal itu sendiri. Kualitas kehidupan yang dimaksud meliputi kualitas atau derajad kesehatan, pendidikan maupun daya beli. dimana masing-masing memiliki indikator penentunya. Rendahnya kualitas kehidupan tersebut memberikan gambaran nyata atas upaya pembangunan yang perlu ditegaskan mbali keberterimaannya di tingkat masyarakat dan juga kepatuhannya pada kemampuan merumuskan tindakan dan 
pencapaian target-target pembangunan nasional yag telah ditetapkan.

Situasi rendahnya kualitas kehidupan seperti yang tergambar dalam peristiwa kemiskinan dan termasuk kualitas kesehatan yang buruk tersebut sesungguhnya sulit untuk memutuskan rantai persoalannya. semua mata rantai berkaitan dengan faktor penentu seperti pendidikan, kesehatan dan daya beli berpola spiral terlebih bila di analisa dengan mempertimbangkan faktor umum ketertinggalan yang diidentifikasi oleh KPDT (Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal), maka anatomi penyebab dan akar masalahnyasegera 
diketahui bersifat multi dimensi mengharuskan respon dan penanganan yang bersifat komprehensif-holistik. simultan/gradual dan mengutamakan pemberdayaan sebagai manifestasi kehidupan bermartabat.

Perdesaan Sehat, dalam hal ini dikembangkan sebagai pilihan 

tindakan kebijakan yang di tujukan untuk menangani permasalahan pembangunan kualitas kesehatan di daerah tertinggal. Karakter wilayah daerah tertinggal, tipologi kawasan perdesaan dan struktur kependudukan ditetapkan sebagai basis penggerak kegiatan Perdesaan Sehat sesuai tugas, pokok dan fungsi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.Perdesaan Sehat sendiri telah di canangkan pada tanggal 20 Desember 2012 di Entikong Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, “Kita bersinergi dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) yang memiliki program desa sejahtera serta berbagai macam pihak yang terkait (kementerian kesehatan, PU, Pertanian, BUMN, BKKBN, BNPP dan Pemerintah Daerah),” kata Ketua Pelaksana Kegiatan dr. Hanibal Hamidi M.Kes yang juga Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan KPDT di Jakarta, Sabtu, Ia mengatakan, kebijakan Perdesaan Sehat diprioritaskan pada penjaminan dan penyediaan faktor penentu kualitas kesehatan yakni dokter puskesmas, bidan desa, air bersih, sanitasi, dan gizi yang seimbang terutama bagi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan balita, dengan jumlah desa yang disasar sebanyak 9.497 desa di 84 Kabupaten.“Faktor penentu itu yang kami sebut sebagai 5 Pilar Perdesaan Sehat,” ujar dia.

http://www.antaranews.com/berita/349803/kpdt-canangkan-perdesaan-sehat-di-158-kabupaten

perdesaan sehat hanibal hamidi kpdt perdesaan puskesmas desa desa sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar