Kamis, 14 Maret 2013

"Percepatan Pencapaian Sasaran Prioritas Nasional 3 (Kesehatan)"


Kebijakan nasional pembangunan daerah tertinggal dalam kerangka pencapaian misi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan diarahkan pada pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi lokal, dengan sasaran; IPM 72,2, Pertumbuhan Ekonomi 7,1 dan Kemiskinan 14,2 % pada tahun 2014. Situasi kesenjangan antara kondisi aktual saat ini dan target yang harus dicapai, membutuhkan kebijakan yang bersifat afirmatif dan inovatif.

Kesenjangan kualitas kesehatan antar daerah menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi. Berdasarkan data susenas 2010 dapat dilihat bahwa kualitas kesehatan provinsi Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Banten yang diwakili dengan angka harapan hidup (AHH) berturut-turut adalah; 62,11, 63,8, 64,9 dibandingkan dengan AHH provinsi Yogyakarta sebesar 73,22 merupakan provinsi tertinggi AHH secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu sebanyak 37 tahun untuk provinsi Nusa Tenggara Barat, 29 tahun untuk Provinsi Kalimantan Selatan, 26 tahun untuk provinsi Banten dalam Mengejar AHH provinsi Yogyakarta dengan mempertimbangkan pertumbuhan AHH selama 10 tahun sejak tahun 2000 – 2010 kecenderungan pertumbuhan AHH secara nasional sebesar 0,32 hal ini apabila asumsi pertumbuhan AHH Provinsi Yogyakarta 0 (nol) atau stagnant.

Sedangkan 3 kabupaten terendah kualitas kesehatan; kabupaten Lombok Utara (60,56), Hulu Sungai Utara (63,07) dan Lebak (63,28) dibandingkan dengan Kabupaten Sleman yang merupakan Kabupaten tertinggi AHH sebesar 75,06. Hal ini berarti dibutuhkan waktu; 45 tahun bagi Kabupaten Lombok Utara, 37 tahun bagi kabupaten Hulu Sungai Utara dan 36 tahun bagi Kabupaten Lebak untuk mengejar AHH kabupaten Sleman apabila asumsi pertumbuhan AHH Kabupaten Sleman 0 (nol) atau stagnant.

Fakta tersebut menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi kualitas kesehatan antar daerah dan membutuhkan perhatian yang sangat khusus.

Percepatan pembangunan kesehatan di daerah tertinggal ditujukan pada penjaminan dan pengutamaan bagi ketersediaan 5 determinan faktor utama kualitas kesehatan, yaitu; Dokter Puskesmas, Bidan Desa, Air Bersih, Sanitasi dan Gizi seimbang terutama pada ibu hamil, ibu menyusui dan balita.

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Kesehatan berkomitmen dalam memprioritaskan penempatan tenaga kesehatan khususnya bidan desa di 158 kabupaten daerah tertinggal, terutama di 24 Pulau-Pulau Terluar yang berpenghuni. Pengembangan kebijakan di bidang kesehatan yang bersifat afirmatif dan inovatif dilakukan melalui upaya:

1. Memperkuat strategi percepatan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas berbasis perdesaan sesuai dengan karakteristik daerah tertinggal dan meningkatkan partisipasi masyarakat;

2. Membangun keterkaitan kebijakan (policy linkages) Pemerintah Pusat-Pemerintah Provinsi dan Daerah tertinggal, serta memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam pemenuhan ketersediaan Dokter Puskesmas bagi setiap puskesmas, Bidan Desa bagi setiap desa, Air bersih dan Sanitasi untuk setiap rumah tangga serta Gizi yang seimbang untuk Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Balita.

3. Penetapan prioritas sasaran lokasi dengan meningkatkan distribusi dan redistribusi tenaga kesehatan khususnya Dokter Puskesmas, Bidan Desa, Promosi kesehatan, Gizi, Kesehatan Lingkungan sesuai kebutuhan daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik.

4. Mengembangkan kapasitas daerah dalam perumusan isu kebijakan percepatan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dalam kerangka peningkatan kualitas perencanaan pembangunan (bottom up planning);

5. Pengembangan instrumen bagi upaya peningkatan motivasi tenaga kesehatan Dokter puskesmas dan Bidan desa, melalui pola insentif, sistem karir, ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang baik (rumah dinas, kendaraan dan biaya operasional kerja, jaminan perlindungan keamanan melalui asuransi, live jacket, sepatu laras) dan atau penambahan kewenangan khusus disertai pelatihan yang diperlukan (taskshifting).

6. Pengembangan regulasi SPM kesehatan yang berpihak pada karakteristik wilayah perdesaan masing-masing Kabupaten Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.

Dalam waktu dekat ini akan dikeluarkan Peraturan Menteri PDT tentang Pedoman Tata Kelola Perdesaan Sehat sebagai acuan Kementerian/Lembaga dan stakeholders lainnya agar sinergi, sinkron dan terintegrasi sehingga efektif dan efisien. KPDT dan Kemenkes memiliki komitmen yang sama untuk mendukung percepatan peningkataan pelayanan kesehatan dasar (promotif dan preventif) yang berkualitas dan peningkatan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik. Pelaksanaan tatakelola perdesaan sehat melalui kelompok kerja (POKJA) Perdesaan Sehat yang sekretariatnya berada di Kementrian PDT.

http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-03-13/236660

http://www.jurnas.com/news/84861/Mendesak_Pembangunan_Infrastruktur_Kesehatan_di_Daerah_Tertinggal_/1/Sosial_Budaya/Kesehatan

http://www.jpnn.com/read/2013/03/12/162289/Disparitas-Kualitas-Kesehatan-Tinggi-

http://rri.co.id/index.php/berita/45491/Menkes-Putuskan-Waktu-Penugasan-Dokter-PTT-

KPDT, BKKBN

Rabu, 13 Maret 2013

Perdesaan Sehat Pilihan Tindakan Kebijakan

Status Kesehatan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh dalam pembangunan di daerah tertinggal. Belum tersedia atau belum berfungsinya sarana pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas, serta pemahaman dan pola hidup sehat masyarakat yang rendah mengakibatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama kelompok perempuan di perdesaan menjadi rendah. Status kesehatan yang rendah ditandai dengan kondisi yang mengkhawatirkan ditingkat Angka Kematian Ibu (AKI), Angka 
Kematian Bayi (AKB), prevelansi kekurangan gizi yang pada akhirnya mengakibatkan kualitas kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup Masyarakat menjadi rendah.Menurut Hasil ” Evaluasi  Satu Tahun Pelaksanaan RPJM Nasional 2010-2014 yang dilakukan Bappenas, masalah yang menghambat 
pencapaian target Prioritas Nasional di Bidang Kesehatan adalah : 

(1) Tingginya angka kematian ibu dan anak dipengaruhi oleh sebab dan masalah rendahnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, rendahnya cakupan kunjungan neonatal, serta belum optimalnya perbaikan gizi masyarakat (cakupan pelayanan dasar), 

(2) Rendahnya kualitas lingkungan yang ditandai rendahnya akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi (Pola Hidup Sehat), 

(3) Rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas (4)Terbatasnya sumber daya kesehatan yakni rendahnya jumlah distribusi dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan. Di daerah tertinggal, kenyataan akan masalah-masalah itu ditambah dengan tekanan masalah yang lekat dengan karakteristik. Angka rata-rata Indeks Angka Harapan Hidup di 183 Kabupaten daerah tertinggal sebesar 66,5 (BPS 2010) dimana kecenderungan pertumbuhannya sejak tahun 1998-2010 rata-rata sebesar 0,32 pertahun dan sempat mengalami trend yang cenderung turun 0,23 pertahun dan memiliki kesenjangan yang cukup besar dengan angka harapan hidup 69,4. Meskipun terdapat juga beberapa kabupaten daerah tertinggal yang memiliki AHH diatas target prioritas Nasional 10, tetapi sebagaian besar daerah tertinggal mengalami kesulitan dalam mengupayakan langkah-langkah dalam mencapai target AHH nasional

Pembangunan kesehatan di daerah tertinggal

Laporan terbaru seperti yang dinyatakan oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan bahwa salah satu indikator untuk mencapai penurunan angka kematian ibu sesuai target MDG’s tahun 2015 adalah persalinan dengan bantuan tenaga terlatih hingga 90 persen.Pencapaian rata-rata nasional memang sudah mencapai 80 persen tetapi disparitas masih sangat tinggi. Baru delapan propinsi yang mencapai target. Dengan merujuk data Riskesdas 2010 dalam 25 propinsi sisanya, fakta disparitas dan khususnya, persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan yang sangat rendah seperti : Maluku Utara (26 persen), Maluku (48 persen), Sulawesi Tengah (50 persen, Papua Barat (54 persen), Kalimantan Tengah (56 persen) dan Papua (57 persen). Lebih jauh, Dirjen tersebut mengharapkan, dukungan Pemerintah Daerah diperlukan untuk memprioritaskan pengangkatan tenaga bidan sebagai PNS daerah. juga untuk mengupayakan distribusi bidan desa melalui penyediaan insentif dan akomodasi layak huni. 

Menurut Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia , bahwa sekitar 40 persen desa belum ada bidan. hasilnya , angka kematian Ibu (AKI) tidak mengalami penurunan dalam 5 tahun. Situasi masalah tersebut memprihatinkan dan jelas konsentrasi masalah ada di perdesaan di kabupaten daerah tertinggal (Kompas 16 mei 2012 hal 13 “Hanya 8 Propinsi Penuhi Target, 40 Persen Desa tak Didampingi Bidan”Penetapan daerah tertinggal didasarkan atas penilaian terhadap IPM, dimana daerah yang memiliki IPM di bawah rata-rata nasional (68) yang kini berjumlah 183 Kabupaten. Penggunaan IPM sebagai indikator dasar memperlihatkan kesenjangan kualitas kehidupan antar daerah, baik antara daerah tertinggal dengan daerah maju, maupun didaerah tertinggal itu sendiri. Kualitas kehidupan yang dimaksud meliputi kualitas atau derajad kesehatan, pendidikan maupun daya beli. dimana masing-masing memiliki indikator penentunya. Rendahnya kualitas kehidupan tersebut memberikan gambaran nyata atas upaya pembangunan yang perlu ditegaskan mbali keberterimaannya di tingkat masyarakat dan juga kepatuhannya pada kemampuan merumuskan tindakan dan 
pencapaian target-target pembangunan nasional yag telah ditetapkan.

Situasi rendahnya kualitas kehidupan seperti yang tergambar dalam peristiwa kemiskinan dan termasuk kualitas kesehatan yang buruk tersebut sesungguhnya sulit untuk memutuskan rantai persoalannya. semua mata rantai berkaitan dengan faktor penentu seperti pendidikan, kesehatan dan daya beli berpola spiral terlebih bila di analisa dengan mempertimbangkan faktor umum ketertinggalan yang diidentifikasi oleh KPDT (Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal), maka anatomi penyebab dan akar masalahnyasegera 
diketahui bersifat multi dimensi mengharuskan respon dan penanganan yang bersifat komprehensif-holistik. simultan/gradual dan mengutamakan pemberdayaan sebagai manifestasi kehidupan bermartabat.

Perdesaan Sehat, dalam hal ini dikembangkan sebagai pilihan 

tindakan kebijakan yang di tujukan untuk menangani permasalahan pembangunan kualitas kesehatan di daerah tertinggal. Karakter wilayah daerah tertinggal, tipologi kawasan perdesaan dan struktur kependudukan ditetapkan sebagai basis penggerak kegiatan Perdesaan Sehat sesuai tugas, pokok dan fungsi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.Perdesaan Sehat sendiri telah di canangkan pada tanggal 20 Desember 2012 di Entikong Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, “Kita bersinergi dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) yang memiliki program desa sejahtera serta berbagai macam pihak yang terkait (kementerian kesehatan, PU, Pertanian, BUMN, BKKBN, BNPP dan Pemerintah Daerah),” kata Ketua Pelaksana Kegiatan dr. Hanibal Hamidi M.Kes yang juga Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan KPDT di Jakarta, Sabtu, Ia mengatakan, kebijakan Perdesaan Sehat diprioritaskan pada penjaminan dan penyediaan faktor penentu kualitas kesehatan yakni dokter puskesmas, bidan desa, air bersih, sanitasi, dan gizi yang seimbang terutama bagi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan balita, dengan jumlah desa yang disasar sebanyak 9.497 desa di 84 Kabupaten.“Faktor penentu itu yang kami sebut sebagai 5 Pilar Perdesaan Sehat,” ujar dia.

http://www.antaranews.com/berita/349803/kpdt-canangkan-perdesaan-sehat-di-158-kabupaten

perdesaan sehat hanibal hamidi kpdt perdesaan puskesmas desa desa sehat

Negara Seperempat Milyar Penduduk


Indonesia sebagai negara besar dengan laut dan kepulauannya memiliki luas 1.904.569 dengan penduduk + 242.968.342 jiwajuta jiwa. Maka layaklah kalau di sebut negara seperempat milyar dan  Indonesia masuk dalam peringkat empat jumlah penduduk terbanyak dengan urutan sebagai berikut  1. Republik Rakyat China +1.330.141.295 jiwa. 2.India + 1.173.108.018 jiwa 3.Amerika Serikat + 310.232.863 jiwa 4. Indonesia 5.   +242.968.342 jiwa 5. Brazil + 201.103.330 jiwa.

Sesungguhnya Potensi Sumber daya alam Indonesia yang luas harus bisa diberdayakan juga dengan perkembangan jumlah penduduk yang terbilang besar dan cepat.Meski laju ­pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini sudah turun menjadi 1,3 persen, pertumbuhan ­penduduk secara absolut per tahunnya masih besar.

Setiap tahun, jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 3-4 juta orang. “Kita memang sudah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk dari 2,3 persen pada tahun 1980 menjadi 1,3 persen saat ini. Namun secara absolut, ­pertumbuhan penduduk kita masih tergolong besar. Setiap tahun, jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 3-4 juta orang,” ujar Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan  Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimuso di sela-sela pembubaran panitia ­pagelaran wayang kulit, di Jakarta, Selasa (3/10).http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/pertumbuhan-penduduk-indonesia-masih-besar/

Dilain Sisi BKKBN sebagai institusi yang menangani dan mengendalikan pertumbuhan penduduk dinegeri diharapkan mendapatkan dukungan.Rapat dengar pendapat antara BKKBN dengan dewan anggota DPR 
RI ini dipimpin oleh dr.Novariyati Yusuf SpKj dari fraksi Partai Demokrat.Acara ini membahas RKA/KL 2013 dan pembahasan usulan program yang di danai oleh DAK (Dana Alokasi Khusus).Bp.Bagyo,ketua Sestama yang mewakili ketua BKKBN, Bp.Sugiri Sarif karena sudah memasuki masa purnatugas Mengatakan bahwa BKKBN mempunyai visi Penduduk Tumbuh Seimbang 2015.Visi ini ,lanjut Bagyo mengacu kepada fokus perkembangan rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025.”Visi ini salah satu prioritas perkembangan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas,” jelas Bagyo dalam paparannya dengan komisi IX DPR RI ,Jakarta,Rabu (19/9).”Untuk misi BKKBN jelas mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera,” ujar Bagyo. 
sumber http://www.merdekaonline.com/kategori/berita-1831-bkkbn-usulkan-alokasi-anggaran-sebesar-rp- 5007-milyar.html

Ada dukungan juga ada kritikan


Program Generasi Berencana (Genre) yang tengah dipromosikan BKKBN saat ini dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak sampai ke desa-desa. “Programnya kurang memperhatikan aspek 
kependudukan. Sosialisasinya tidak sampai ke desa-desa. Jadi harusnya BKKBN harus mencari cara agar programnya bisa memberikan solusi terhadap jumlah penduduk yang terlanjur banyak ini,” Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nova Rianti Yusuf di Jakarta, Jumat (21/9).Menurut dia, BKKBN harus melakukan evaluasi terhadap berbagai program dan kegiatan yang sudah dilakukan selama ini, terutama meningkatkan gaungnya di daerah. “Seperti program Genre belum terlihat dampaknya bagi remaja di pedesaan. Mereka juga kurang dalam mempromosikan masalah kependudukan,” kata Nova. 
sumber http://www.antarasumut.com/page/27?s=masyarakat

Semoga kilasan ini bisa menjadi bahan dari apa yang menjadi tujuan utama dalam menahan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dan BKKBN dapat terus melaju dengan kinerjanya